Tempat Sharing Tutorial Blog, Download Movie & Software Gratis

Mesjid Pertama di Jepang

Kobe Mosque merupakan masjid pertama di Jepang. Masjid ini dibangun tahun 1928 di Nakayamate Dori, Chuo-ku. Kobe berarti gate of God atau gerbang Tuhan.
Tahun 1945, Jepang terlibat perang Dunia Kedua. penyerangan Jepang atas pelabuhan Pearl Harbour di Amerika telah membuat pemerintah Amerika memutuskan untuk menjatuhkan bom atom pertama kali dalam sebuah peperangan.
Dan Jepang pun kalah. Dua kotanya, Nagasaki dan Hiroshima dibom Atom oleh Amerika. Saat itu, kota Kobe juga tidak ketinggalan menerima akibatnya. Boleh dibilang Kobe menjadi rata dengan tanah. Ketika bangunan di sekitarnya hampir rata dengan tanah, Masjid Muslim Kobe tetap berdiri tegak. Masjid ini hanya mengalami keretakan pada dinding luar dan semua kaca jendelanya pecah. Bagian luar masjid menjadi agak hitam karena asap serangan bom. Tentara Jepang yang berlindung di basement masjid selamat dari ancaman bom, begitu juga dengan senjata-senjata yang disembunyikannya. Masjid ini kemudian menjadi tempat pengungsian korban perang.
Pemerintah Arab Saudi dan Kuwait menyumbang dana renovasi dalam jumlah yang besar. Kaca-kaca jendela yang pecah diganti dengan kaca-kaca jendela baru yang didatangkan langsung dari Jerman. Sebuah lampu hias baru digantungkan di tengah ruang shalat utama. Sistem pengatur suhu ruangan lalu dipasang di masjid ini. Sekolah yang hancur akibat perang kembali direnovasi dan beberapa bangunan tambahan pun mulai dibangun. Umat Islam kembali menikmati kegiatan-kegiatan keagamaan mereka di Masjid Muslim Kobe. Krisis keuangan sering menghampiri kas komite masjid. Pajak bangunan yang tinggi membuat komite masjid harus mengeluarkan cukup banyak biaya dari kasnya. Beruntung, banyak donatur yang siap memberikan uluran tangannya untuk menyelesaikan masalah keuangan pembangunan dan renovasi masjid ini. Donasinya bahkan bisa membuat Masjid Muslim Kobe menjadi semakin berkembang.
Kekokohan Masjid Kobe diuji lagi dengan Gempa Bumi paling dahsyat tahun 1995. Tepatnya pada pukul 05.46 Selasa, 17 Januari 1995. Gempa ini sebenarnya bukan hanya menimpa Kobe saja, tapi juga kawasan sekitarnya seperti South Hyogo, Hyogo-ken Nanbu dan lainnya. Para ahli menyebutkan bahwa gempa itu disebabkan oleh tiga buah lempeng yang saling bertabrakan, yaitu lempeng Filipina, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Meski hanya berlangsung 20 detik, namun gempa ini memakan korban jiwa sebanyak 6.433 orang, yang sebagian besar merupakan penduduk kota Kobe. Selain itu gempa Kobe juga mengakibatkan kerusakan besar kota seluas 20 km dari pusat gempa. Gempa bumi besar Hanshin-Awaji merupakan gempa bumi terburuk di Jepang sejak Gempa bumi besar Kanto 1923 yang menelan korban jiwa 140.000 orang. Namun hingga kini masjid Kobe tetap berdiri kokoh dan tegak, seakan tidak tergoyahkan meski didera berbagai bencana. Semoga dakwah Islam di Jepang setegar masjid ini.

Antara Generasi Kodok, Generasi Jawara dan Generasi Madani



Anak Belajar dari Kehidupannya*
  • Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
  • Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
  • Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
  • Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
  • Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
  • Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
  • Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
  • Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan
  • Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
  • Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya
  • Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dlm kehidupannya.
*Taken from "children learn from they live" By Dorothy Law Nolte


  • Generasi Jawara Latah
Dari sebuah sajak yang dibuat oleh Dorothy Nolte, seorang sarjana psikolog itulah bisa kita lihat keadaan diri kita sekarang ini. Kehidupan kedewasaan kita orang Banten -meski tidak general- sekarang ini sepertinya telah melewati masa kanak-kanak yang menyeramkan. Bagaimana karakter kita dibentuk menjadi seorang jawara yang berkonotasi sangat menyeramkan. Bagaimana kata jawara tersebut perlahan pudar definisinya, menjadi sebuah definisi yang negatif.
Jawara yang dulu sangat hebat dan identik dengan perlindungan kepada rakyat,  pemihakan kepada keadilan dan kebenaran, kini seakan berubah, berganti kepada kesan yang menyeramkan; Kekerasan, Frontal, Represif, Pemihakan kepada kekuasaan yang bathil, arogan, semena-mena serta segudang kesan negatif lainnya. Juga tidak lupa dengan ciri khasnya : Hitam-hitam.
Pake hitam..?. ah.. saya juga punya banyak sahabat serta teman yang senang memakai hitam-hitam, tetapi tidak berwatak seperti jawara latah tersebut. Mereka adalah insan akademis, intelektualis, meski ada beberapa diantaranya masih memiliki jiwa jawara dengan turun ke jalan dibarengi sedikit anarkis, tetapi itu bukanlah jiwa jawara. Hal itu semata hanyalah luapan emosional karena mereka selalu terkungkung, kata-kata mereka tidak di dengar oleh penguasa. Dan satu hal, mereka adalah cerminan masyarakat yang masih kental dengan idealisme.


Tentu saja beda dengan jawara latah tersebut. Mereka membela yang bayar, mereka agung-agungkan nama majikannya, mereka menuliskan nama majikannya pada suatu altar yang sangat sakral, lengkap dengan embel-embel "gelar terhormatnya", hanya karena si majikannya yang membangun altar sakral tersebut. Sungguh sebuah penjilatan yang sama sekali tak bermakna bagi saya dan sahabat-sahabat idealis saya.. Dan yang membuat saya tambah muak sekaligus mual, saya harus selalu membaca namanya di altar sakral tersebut setiap kali saya pergi dan pulang dari tempat aktivitas saya. "Uuukkhhh.... Muall..!!"
Mengacu kepada sajak di atas, mungkinkah para jawara tersebut telah salah asuh ? Masa kecil mereka diajarkan dengan permusuhan sehingga mereka mempelajari cara berkelahi. Masa kecil nya di besarkan dengan celaan sehingga mereka sukses mempelajari mencemooh.
Sekarang situasi sudah terlanjur, dunia tidak mungkin berbalik arah. Biarkanlah para jawara tersebut menikmati jatah sisa hidupnya. Syukur-syukur mereka bertaubat dan tidak mengulangkan pelajaran masa kecil mereka kepada anak-anaknya. Akan lebih baik jika mereka, bersama para oarng tua lainnya mengajarkan kepada anak-anaknya pelajaran-pelajaran positif yang terkandung dalam sajak di atas, sehingga tidak akan terlahir kembali jiwa-jiwa muda yang terserang penyakit jawara latah.


  • Generasi Kodok
Membaca kembali sajak di atas, saya juga teringat akan guru sekaligus panutan juga sahabat saya, Deni Irawan Soedrajat, yang sekarang menjadi fasilitator sekaligus direktur Bandung Consulting Group. Beliau munuliskan sitir/tulisan yang berjudul "Generasi Kodok"
Dalam tulisannya, beliau mengatakan bahwa kehidupan anak-anak di berbagai negara sekarang ini berlainan. Anak-anak Israel sejak kecil telah di jejali pendidikan politik, mereka hidup dengan seorang pengasuh yang bernama "Kibbuzt dan di doktrin tentang ajaran Zionisme. Sementara dalam lingkungan keluarga mereka, jika menangis, anak-anak ini di takut-takuti akan di jual. Dan ketika mendengar kata akan di jual, reflex tangisan mereka berhenti.
Di Rusia, mereka mengajarkan kepada anak-anaknya faham Komunis sebagai ideologi pilihan hidup mereka, di setiap ada kesempatan dan bahkan dalam setiap ada interaksi, sehingga hasilnya, orang-orang Rusia sampai dengan sekarang ini tetap konsisten dengan ke-komunisannya.
Di negara Paman Sam, pendekatan dilakukan tidak secara langsung, tetapi ketika proses makan malam, mereka mengobrol tentang keseharian. Juga melalui ppesawat televisi, melalui paket-paket siaran dll untuk mendukung tentang faham liberalisme dan plularisme.
Di Jepang, anak-anak diajarkan sikap ksatria dan bisa di percaya, spontanitas. Di Iran, banyak orang tua mengajarkan kerinduan akan mati syahid dan persaudaraan antar  ummat Islam dalam acara ta'ziyah kepada anak-anaknya, sehingga tidak heran dari negeri ini terlahir ulama-ulama, pemikir-pemikir Islam yang termasyhur, serta para cendikiawan yang berlandaskan Tauhid yang tebal tak tergoyahkan.
Sementara di Indonesia, anak-anak yang dalam usia rawan, mereka selalu ada dalam pelukan bunda dan orang tuanya. Tetapi apa yang terjadi, ketika anak tersebut terjatuh, mereka menyalahkan kodok. Atau jika ada ayam yang sedang sial, mereka melempar ayam tersebut, serta mengkambing-hitamkan kodok atau ayam yang telah menjatuhkan si anak. Begitulah keadaan anak-anak di Indonesia, sehingga wajar ketika besarnya si anak nanti, dia kerap sangat senang untuk mencari kambing hitam, ketika sebuah kesalahan terjadi kepadanya. "Here we are.., the frog generation's..."


  • Generasi Madani
Dari wacana di atas, apakah yang sebenarnya harus orang tua tanamkan atau ajarkan kepada si anak sehingga nantinya tidak menjadi generasi jawara latah atau bahkan generasi kodok ?. Secara teori mudah saja, tetapi fakta nya jelas sagat sulit dan butuh proses.
Meski si anak tidak selalu akan bersama orang tuanya (mereka akan berinteraksi dengan guru, teman-temannya di sekolah dll), tetapi pendidikan yang paling pertama dan utama adalah dari orang tua atau keluarganya. Merekalah yang paling berhak menorehkan tinta hitam, putih, atau abu-abu serta warna-warna lain kepada si anak.
Maka tolonglah, ajarkan kepada mereka nilai-nilai positif. Ajarkan mereka dengan toleransi sehingga mereka bisa belajar menahan diri. Besarkan mereka dengan dorongan sehingga mereka bisa belajar percaya diri. Besarkan mereka dengan pujian sehingga mereka belajar menghargai. Besarkan mereka dengan sebaik-baik perlakuan sehingga mereka belajar tentang keadilan. Besarkan mereka dengan rasa aman sehingga mereka menaruh kepercayaan. Besarkan mereka dengan dukungan sehingga mereka belajar menyenangi dirinya. Besarkan mereka dengan kasih sayang dan persahabatan sehingga mereka belajar menemukan cinta dalam kehidupannya
Setelah semua sudah dalam proses, maka tuliskan kalimat di bawah ini pada dinding-dinding hati dan harapan kita :
"Selamat tinggal generasi jawara latah dan generasi kodok. Dan selamat datang jiwa-jiwa muda jawara sejati, generasi madani penerus tatanan nilai-nilai kebenaran dan keadilan".


Oleh : Iip Syafruddin**

*Ditulis untuk ikut merayakan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010

**Penulis adalah alumni STAIN "SMHB" Serang dan beraktivitas pada LSM per-Mata Banten

Visi - Misi Pendidikan ataukah Ilusi yang Terdidik

Hari Pendidikan Nasional atau HARDIKNAS sepertinya akan kembali berlalu seperti biasa, tanggal 2 Mei yang seharusnya dijadikan tolok ukur Kebangkitan Pendidikan di tanah air tercinta sehingga mampu memeberikan semangat mengukir PRESTASI demi kemajuan bangsa hanya menjadi moment ceremonial yang lagi-lagi membosankan..


Apa hendak di kata, keinginan besar salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang bergelar Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantoro ternyata belum tercapai.


Secara kasat mata, negeri ini sudah memiliki banyak pusat belajar mengajar baik swasta maupun negeri, formal maupun nonformal bahkan dari yang terawat hingga terabaikan, semua bisa ditemukan di negeri yang indah ini. Bahkan hal yang biasa jika kita menemukan di satu daerah berdiri megah gedung sekolah bertaraf Internasional hingga gedung yang tidak layak disebut sekolah. Yang semuanya seharusnya untuk membuat manusia-manusia yang Terdidik, Bermoral dan Bermartabat... tetapi benarkah itu.. ?


Kita harus jujur dan mau menerima bahwa pada kenyataannya semangat perrjuangan untuk mengentaskan kebodohan merosot tajam dari waktu ke waktu, dalam Laporan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Privinsi Banten tahun 2010 dinyatakan bahwa Indikator Pelayanan pendidikan yang diukur dengan rasio jumlah sekolah dan jumlah anak usia sekolah pada seluruh tingkat Pendidikan dinilai sudah membaik. Tetapi rasio pelayanan yang baik ini tidak diikuti oleh meningkatnya moralitas bangsa. Karena masih banyak masyarakat kita yang masih memerlukan perbaikan Moralitas.


Tetapi laporan RKPD ini pun seprtinya harus di garis bawahi, karena jumlah siswa putus sekolah di Provinsi Banten hingga saat ini masuh tetap tinggi, dari data BPS pada tahun 2009 untuk Kabupaten atau kota di Provinsi Banten bahwa Kota Tanggerang berada di peringkat pertama dengan jumlah siswa putus sekolah masih cukup tinggi dan di urutan terakhir d tempati Kabupaten Pandeglang dengan jumlah siswa putus sekolah mencapai 326.731 siswa.


Meskipun Kabupaten Pandeglang berada di posisi bawah tetapi fakta ini tidak bisa di abaikan, begitu saja mungkin saja pada tahun 2010 ini jumlah siwa putus sekolah semakin bertambah, rasa-rasanya untuk mengalami penurunan sangat kecil, pasalnya jumlah RTSM yang terdata mendapatkan bantuan PKH 2010 ini oleh BPS untuk Prov Banten sebanyak 26,627 RTSM dan data ini pun tentu masih di pertanyakan karena masih banyak RTSM yang belum terdata. 


Belum lagi masih banyak jumlah gedung sekolah yang rusak, rasanya harapan Pahlawan kita masih tinggi di awang-awang, ditambah lagi persoalan Moralitas anak bangsa yang katanya terdidik ternyata perlu di tinjau ulang, praktek "Pembodohan Masal" masih terus berlangsung. Semua kalangan perlu di tatar ulang, masih banyak yang bodoh, dibodohi dan membodohi.


Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang sangat populer di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya. Dan itu adalah tugas besar bagi semua manusia. 


Dalam dunia pendidikan tentu sudah asing lagi dengan kata Tut Wuri Handayani. Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan Handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga arti Tut Wuri Handayani ialah seorang komandan atau pimpinan yang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Bukan melakukan pembodohan dan memberikan pelajaran untuk Membodohi seperti sekarang ini.


Oleh karena itu, marilah kita wujudkan berama-sama harapan dan cita–cita Luhur pelopor pendidikan kita agar Indonesia bisa mewujudkan cita-cita nya seperti yang termaktub dalam Undang–undang Dasar 45 yaitu terciptanya masyarakat yang cerdas dan bermartabat sehingga Negeri ini tidak lagi di jajah dengan berbagai bentuk.
Ditulis oleh: K-Mod, yang kini aktif di berbagai kegiatan sosial serta salah satu dari pengurus LSM per-MATA BANTEN.