Tempat Sharing Tutorial Blog, Download Movie & Software Gratis

SK Pengangkatan Yang "Hampir Selalu" Digadaikan

Baca salah satu surat kabar lokal tadi sore. Disana mengatakan bahwa sekitar 85% Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di sukabumi "hobby" menggadaikan SK Pengangkatan mereka ke bank. Dan untuk membayarnya, mereka biasanya merelakan memotong 60% sampai 75% uang gajinya "hanya" untuk membayar angsuran mereka setiap bulan dan hal itu berlangsung terus menerus hingga pinjaman mereka lunas.

Menurut Iwan - Kepala Badan Kepegawaian Negara Kabupaten Sukabumi-, yang di lakukan PNS untuk menjaminkan SK pengangkatan ke bank bukan disebabkan rendahnya gaji yang diperoleh, karena saat ini gaji PNS terendah di lingkungan Pemkab Sukabumi mencapai Rp 1 juta per bulan. Jumlah itu lebih besar dari upah minimum kabupaten (UMK) Kabupaten Sukabumi 2011 sebanyak Rp 850 ribu. Selain itu, penghasilan PNS ditambah dengan tunjangan operasional dan sertifikasi bagi para guru.


Kalo baca artikel ini, jujur aja Ierzha jadi mikir...

Sebelumnya biar Ierzha berbicara dengan menggunakan analogi orang bodoh (seperti Ierzha ini :a:). Andaikata nilai dari meng-gadaikan SK Pengangkatan PNS untuk golongan biasa sebesar 30 juta dan di cicil selama 2 tahun dan gaji "kotor" yang diterima PNS perbulan itu 3 juta. Maka minimal mereka harus "merelakan" gajinya di potong sebesar Rp. 1.250.000 /bulannya selama 2 tahun. Secara otomatis gaji "kotor" yang mereka terima itu tinggal Rp. 1.750.000 /bulan (belum termasuk cicilan motor - jika punya - dan tunggakan lainnya). Anggaplah mereka mempunyai angsuran motor sebesar 500 ribu perbulan-nya. Dengan demikian gaji yang mereka dapatkan itu tinggal Rp. 1.250.000 /bulannya.

Dengan gaji sebesar itu, mereka harus memenuhi kebutuhan anak dan istrinya selama satu bulan mulai dari pangan sampai keperluan tempat tinggal mereka... Jika Ierzha analogikan seperti ini, pasti yang ada dalam benak ente-ente adalah "tidak mungkin cukup" untuk memenuhi semua kebutuhan dengan upah segitu.

Lalu saya bertanya pada diri saya sendiri, "terus dari mana mereka bisa mencukupi kebutuhan mereka, bahkan bisa untuk memenuhi keinginan mereka? Seperti mempunyai televisi baru, gadget baru, menyekolahkan anak di sekolah elite, de-el-el"

Jawabannya mungkin ber-variasi, mulai dari membuka usaha lagi sampai mempunyai kerja "sampingan" lain bisa dijadikan jawaban untuk pertanyaan semacam ini.

Lalu Ierzha bertanya lagi, "terus bagaimana dengan kegiatan mereka jika mereka mempunyai 2 kegiatan dalam waktu yang sama dan hari yang sama? Apakah mereka masih bisa fokus mengerjakan tugas-tugas mereka sebagai Abdi Negara? Apakah mereka bisa mengemban mandat yang diberikan negara ini ke pundak mereka, sedangkan mereka harus bekerja tambahan diluar tugas mereka sebagai Pegawai Negeri Sipil?"

Kalau jawabannya "Bisa", maka jujur aja.... Jawaban yang ente lontarkan itu sungguh sangat naif dan berbanding terbalik dengan kenyataan yang sesungguhnya. Karena pada faktanya, hampir semua PNS melakukan tindakan korupsi. Bukan hanya korupsi dengan menggelapkan uang negara, tapi korupsi terhadap waktu, korupsi terhadap pekerjaan mereka, korupsi terhadap tugas mereka yang merupakan mandatory dengan selalu berdalih "kebutuhan", "sudah kebiasaan", "sudah rahasia umum" dan alasan klise lainnya...

Ah....sungguh ironis ternyata...Untuk menjadi PNS terkadang orang harus mengeluarkan kocek mulai dari 100rbu sampai belasan juta dengan alasan yang klise juga. Tentunya setelah mereka menjabat-pun, mereka pasti akan berfikir "bagaimana cara mengembalikan uang yang telah keluar", setelah itu mereka pasti berfikir "bagaimana cara mencari lebih dari pekerjaan ini".

Kapan negara ini maju jika semua pegawai berfikiran seperti itu, Abdi Negara yang notabene adalah pelayan negara, kini tak lebih dari sebuah mesin uang yang harus selalu menghasilkan uang. Pemerintah pun seakan tutup mata dan tutup telinga mendengar hal ini dengan dalih dan alasan yang selalu saja sama.

Ierzha hanya bisa berdoa, semoga Allah memberikan kesadaran bagi para Bapak dan Ibu yang merasa Pegawai Negeri Sipil dengan selalu mengingat bahwa mereka tak lebih dari "Abdi Negara dan Abdi Masyarakat", bukan mesin uang yang justru mengeruk uang dari negara dan masyarakatnya sendiri....